Dwijendra Tattwa

Share on :
Isi Singkat Dwijendra Tatwa
Adalah seorang Brahmana bernama Sira Mpu Nirartha, putra dari Danghyang
Asmaranata.
Ida kawin dengan anak Danghyang Panawasikan serta melahirkan Dewi Swabawa
Kulwan dan Ida Wiraga Sandi.
Tetapi karena cekcok dengan keluarga, beliau pergi dari Puri menuju Pasuruan,
Brangbangan, dan sampai ke Bali.
Setelah beliau sampai di Pasuruan beliau mengambil istri, yang bernama Dyah
Sanggawati.
Dalam perkawinan ini lahirlah Ida Wayahan Ler.
Ida Wayahan Ler yang nanti nya mengalih ke Brangbangan.
Sesampai di Brangbangan, bertengkar dengan Sri Aji Juru.
Juga beliau mengambil istri adik dari Sri Juru yang nantinya menurunkan Kaniten.
Dari perkawinan ini melahirkan Ida Istri Rai, Ida Telaga dan Ida Nyoman Keniten.
Sri Aji Juru menuduh Danghyang Nirartha memasang guna-guna.
Karena itu Danghyang Nirartha diusir dari Blangbangan.
Tak diceriterakan perjalanan beliau dari Blangbangan ke Bali Pulina, sampai di
Purancak.
Setelah bermalam di Purancak, beliau melanjutkan perjalanan menelusuri pantai.
Sesampainya di tengah perjalanan beliau dihadang oleh Naga dan di situ beliau
mengadu kesaktiannya dengan masuk ke dalam perut Si Naga itu.
Setelah keluar dari perutnya Sang Naga, Ida berganti rupa sehingga putrinya Dewa
Ayu Swabawa lari pontangpanting serta bersembunyi di Desa Gading Wani yang
kini terkenal dengan Desa Pulaki.
Setelah itu beliau berjalan di sekeliling desa Gading Wani, di situ beliau disambut
oleh Ki Bandesa Manik Mas, serta mohon agar beliau sudi mengobati penyakit
yang merajalela di desa itu.
Demikian kesaktian beliau, penyakit itu dapat disembuhkan.
Sebagai tanda baktinya Ki Bandesa, putrinya dihaturkan kepada beliau.
Diceriterakan di Manguwi mendengar kabar bahwa Pedanda Wahu Rawuh datang
ke Bali yang kini berada desa Gading Wani, maka dari itu datang utusan untuk
menemui beliau agar sudi menyelesaikan upacara pendirian Pura Wulakan atau
Pura Taman Sari Manguwi.
Juga Ki Bandesa Kapal, keturunan Patih Wulung datang menghadap Sang Padanda
Wahu Rawuh agar beliau sudi memberikan nasehat/ petunjuk/ Upanishad tentang
pelaksanaan pujawali di Pura Sada.
Tetapi ketika Ida Padanda berada di Pura, terlihat Ki Guto melaksanakan upacara,
di situlah Ki Guto dinasehati agar ia melaksanakan upacara upacara pecaruan.
Diceriterakan Ida Padanda berada di Tuban, Sirarya Tegeh Kori di Puri Badung
menjemputnya.
Sesampainya di Purinya Tegeh Kori Ida Padanda Wahu Rawuh, datanglah Ki
Pangeran Mas memohon Ida Padanda agar datang ke desa Mas.
Beliau diharapkan agar sudi tinggal di desa Mas, dengan dibuatkan puri.
Ki Bandesa Mas mohon warah warah Agama, untuk diberikan kepada penduduk
desa Mas.
Sebagai balas jasa Ki Bandesa mempersembahkan putrinya yang bernama Ayu Mas
Ginitir.
Dalam perkawinan ini lahirlah Ida Putu Kidul.
Pada suatu ketika para putranya seperti Ida Kulwan, Ida Ler, Ida Telaga, dan Ida
Mas bahwa seketurunannya dapat berkerabat atau saling ambil.
Juga putra Ida Padanda dari Gading Wani bernama Ida Wayahan Sangsi atau Ida
Patapan.
Dan putra Padanda Wahu Rawuh dari Ni Berit bernama Ida Wayahan Tamesi atau
Bindu.
Kabar berita dari Ida Padanda terdengar ke Puri Swecapura, yang pada waktu itu
diperintah oleh Sri Aji Batur Enggong.
Ida Mpu Nirartha dijemput oleh Kryan Dawuh dengan menunggangi kuda putih
untuk datang ke Puri Gelgel.
Kemudian Ida Padanda bertemu dengan Ida Wayahan Buruwan bersama Ida Ketut
Buruwan.
Di situ keduanya ini disucikan (apodgala)/ diwisuda dan bergelar Padanda Wayan
Burwan di Peling, serta Padanda Ketut Burwan di Manuaba atau Padanda Ketut
Manuaba.
Setelah itu Ida Padanda Sakti Wahu Rawuh menginap di Pura Tanah Lot Tabanan,
dan selanjutnya berjalan menuju Pura Uluwatu dan di situlah beliau melepaskan
nafas terakhir.
Pura pura yang didirikan beliau adalah Pura Bukit Payung, Pura Sakenan, Pura
Herjeruk, Pura Tugu, Pura Tangkulak, Pura Goalawah dan Pura Ponjok Batu.
Juga Ida Padanda Wahu Rawuh melakukan perjalanan ke Lombok sehingga beliau
diberi gelar Tuan Semeru.
Di situlah Ida Padanda Sakti Wahu Rawuh/ Tuan Semeru mendirikan patirtan
seperti Tirta Palukatan, Tirta Pabersihan, Tirta Pangentas, dan Toya Racun.
Setelah lama di Pasraman Suranadi, beliau melanjutkan perjalanan ke Sumbawa.
Sesampainya di Sumbawa beliau disambut oleh Datuk Selaparang.
Hatinya Sang Datuk sangat senang dan diiringi beliau ke tempat suci di Sumbawa
serta diantarkan sampai ke pelabuhan Aji.
Sekembalinya Danghyang Nirartha di Bali yang diantar oleh Ni Denden Wangi.
Sampai di Bali Ni Denden Wangi diterima oleh putranya Danghyang Nirartha di
Manuaba, Danghyang Nirartha menuju Swecapura, dan Dalem hatinya sangat
senang.
Adapun hasil karangan Ida Padanda banyak sekali seperti Rareng Canggu, Wilet,
Wukir Padelengan, Aras Nagara, Segara Gunung, Jugultuwa Wilet Mayura, Antinganting
Timah, dan Arjuna Pralabda.
Bhatara Sakti Wahu Rawuh menasihati Dalem agar memperhatikan putra putra
beliau setelah di tinggal menuju Siwaloka.
Begitu juga sebelum Ida Padanda Wahu Rawuh meninggal, sempat juga
mengumpulkan para putranya Dalem, dan para Arya untuk diberikan pesan terakhir.
Juga diceriterakan bahwa Bhatara Dwijendra bermusyawarah (ararasan) dengan
Bhatara Masceti di Pura Serangan yang kini diberi nama Pura Sakenan.
Tak lama kemudian tiba beliau di Krobokan, lalu melihat tanjung Huluwatu.
Beliau melanjutkan perjalanan menuju Huluwatu yang dijaga/ diiringi
oleh I Buta Ijo.
Tempat itu diberi nama Tegal Peti Tenget, di situ didirikan bangunan untuk
pemujaan Bhatara Masceti.
Pada hari yang baik Wuku Medangsia, Danghyang Nirartha moksa, dan Ki Pasek
Nambangan dilihat membawa jukung dan bunga.
Setelah bertemu, Danghyang Nirartha bersabda agar menyampaikan kepada
anaknya Empu Mas Gianyar.
Sesampainya Ki Pasek Nambangan tiba di Mas Gianyar bertemu dengan putra
beliau.
Empu Mas meminta kepada Ki Pasek agar bersedia untuk mengiringkan nya
berkunjung ke Uluwatu.
Sesampainya di Uluwatu, Mpu Mas melihat pustaka serta menghaturkan sembah
dan pustaka tersebut diboyong pulang ke Gianyar.
Nama/ Judul Babad : Dwijendra Tatwa

Nomor/ kode : Va. 5191 Gedong Kirtya Singaraja
Koleksi : Geria Punia, Sidemen, Kecamatan Sidemen,
Alamat : Kabupaten Karangasem
Bahasa : Jawa Kuna Tengahan
Huruf : Bali
Jumlah halaman : 34 lembar
Ditulis oleh : Geria Pidada, Sidemen, Karangasem
Colophon/ Tahun :
Iti Dwijendra Tatwa, samapta. Puput sinurat ring Geria
Pidada, Sidemen , Karangasem duk ring tanggal 9 Januari
1979 warsaning bumi

0 komentar on Dwijendra Tattwa :

Post a Comment and Don't Spam!

 

Like Facebook

Followers

Visitor

free counters