Ada tiga kerangka dasar yang membentuk ajaran agama Hindu, ketiga kerangka tersebut sering juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara lain :
- Tattwa, yaitu pengetahuan tentang filsafat agama
- Susila, yaitu pengetahuan tentang sopan santun, tata krama
- Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajna, upacara agama
- PEMBAGIAN PANCA SRADHA
- Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi
- Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman
- Karma, artinya percaya akan adanya hukum karma phala
- Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali
- Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan rokhani.
Cobalah perhatikan kegelisahan dan ketakutan seorang anak di arena sirkus. Anak kecil menjerit ketakutan ketika disuruh bersalaman dengan seekor harimau, walaupun di dampingi oleh seorang Pawang. Mengapa ketakutan itu bisa terjadi ?
Tidak lain karena anak kecil itu belum mempunyai kepercayaan penuh bahwa harimau itu akan jinak dan telah terlatih oleh pawangnya. Jadi kesimpulannya kepercayaan yang mantap dapat menciptakan ketenangan.
- PENJELASAN MASING – MASING BAGIAN PANCA SRADHA
- Brahman ( Percaya akan adanya Hyang Widhi )
Di dalam kitab Brahman Sutra dinyatakan “ Jan Ma Dhyasya Yatah “ artinya Hyang Widhi adalah asal mula dari semua yang ada di alam semesta ini. Dari pengertian tersebut bahwa Hyang Widhi adalah asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan semua ciptaan, yaitu alam semesta beserta isinya termasuk Dewa – dewa dan lain – lainnya berasal dan ada di dalam Hyang Widhi. Tidak ada sesuatu di luar diri beliau. Penciptaan dan peleburan adalah kekuasaan beliau.
Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :
- Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : “ Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam Brahman “ artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna
- Dalam mantram Tri Sandhya tersebut kata – kata :
- Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan “
- Dalam kekawin Sutasoma dinyatakan :
Dengan pernyataan – pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut Politheisme, melainkan mengakui dan percaya adanya satu Hyang Widhi.
Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu di insafi dalam 3 aspek utama, yaitu Brahman ( Yang tidak terpikirkan ), Paramaatma ( Berada dimana-mana dan meresapi segalanya ), dan Bhagavan ( berwujud )
- Atman ( Percaya akan adanya Sang Hyang Atma )
Badan adalah kebendaan yang terbentuk dari lima unsur kasar yaitu Panca Maha Butha. Di dalam badan melekat indria yang jumlahnya sepuluh ( Dasa Indria )
Atma adalah yang menghidupkan mahluk itu sendiri, sering juga disebut badan halus . atma yang menghidupkan badan manusia disebut “ Jiwatman “
Badan dengan atma ini bagaikan hubungan Kusir dengan Kereta. Kusir adalah atma, dan kereta adalah badan. Indria yang ada pada badan kita tidak akan ada fungsinya apabila tidak ada atma. Misalnya, mata tidak dapat digunakan untuk pengelihatan jika tidak dijiwai oleh atma. Telinga tidak dapat digunakan untuk pendengaran jika tidak dijiwai oleh atma.
Atma yang berasal dari Hyang Widhi mempunyai sifat “ Antarjyotih “ ( bersinar tidak ada yang menyinari, tanpa awal dan tanpa akhir, dan sempurna ). Dalm kitab Bhagadgita disebut sifat – sifat atma sebagai berikut :
- Achodyhya artinya tak terlukai oleh senjata
- Adahya artinya tak terbakar oleh api
- Akledya artinya tak terkeringkan oleh angin
- Acesyah artinya tak terbasah oleh air
- Nitya artinya abadi, kekal
- Sarwagatah artinya ada dimana – mana
- Sthanu artinya tak berpindah – pindah
- Acala artinya tak bergerak
- Sanatana artinya selalu sama
- Adyakta artinya tak terlahirkan
- Achintya artinya tak terpikirkan
- Awikara artinya tak berjenis kelamin
Jelaslah atma itu sifatnya sempurna. Tetapi pertemuan antara atma dengan badan yang kemudian menimbulkan ciptaan menyebabkan atma dalam keadaan “ Awidhya “. Awidhya artinya gelap lupa kepada kesadaran . Awidhya muncul karena pengaruh unsur panca maha butha yang mempunyai sifat duniawi. Sehingga dalam hidup ini atma dalam diri manusia di dalam keadaan awidhya.
Dalam keadaan seperti ini kita hidup kedunia bertujuan untuk menghilangkan awidhya untuk meraih kesadaran yang sejati dengan cara melaksanakan Subha karma. Menyadari sifat atma yang serba sempurna dan penuh kesucian menimbulkan usaha untuk menghilangkan pengaruh awidhya tadi. Karena apabila manusia meninggal kelak hanya badan yang rusak, sedangkan atmanya tetap ada kembali akan mengalami kelahiran berulang dengan membawa “ Karma Wasana “ ( bekas hasil perbuatan ). Oleh karena itu, manusia lahir kedunia harus berbuat baik atas dasar pengabdian untuk membebaskan Sang Hyang Atma dari ikatan duniawi. Sesungguhnya jika tidak ada pengaruh duniawi Hyang Widhi dan Atma itu adalah tunggal adanya ( Brahman Atman Aikyam )
- Karma ( Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala )
Kita percaya bahwa perbuatan yang baik atau Subha karma membawa hasil yang menyenangkan atau baik. Sebaliknya perbuatan yang buruk atau Asubha karma akan membawa hasil yang duka atau tidak baik.
Perbuatan – perbuatan buruk atau Asubha karma menyebabkan Atma jatuh ke Neraka, dimana ia mengalami segala macam siksaan. Bila hasil perbuatan jahat itu sudah habis terderita, maka ia akan menjelma kembali ke dunia sebagai binatang atau manusia sengsara ( Neraka Syuta ). Namun, bila perbuatan – perbuatan yang dilakukan baik maka berbagai kebahagiaan hidup akan dinikmati di sorga. Dan bila hasil dari perbuatan – perbuatan baik itu sudah habis dinikmati, kelak menjelma kembali ke dunia sebagai orang yang bahagia dengan mudah ia mendapatkan pengetahuan yang utama.
Jika dilihat dari sudut waktu, Karma phala dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
- Sancita karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang. Bila karma kita pada kehidupan yang terdahulu baik, maka kehidupan kita sekarang akan baik pula ( senang, sejahtera, bahagia ). Sebaliknya bila perbuatan kita terdahulu buruk maka kehidupan kita yang sekarang inipun akan buruk ( selalu menderita, susah, dan sengsara )
- Prarabda karma phala
Adalah hasil dari perbuatan kita pada kehidupan sekarang ini tanpa ada sisanya, sewaktu masih hidup telah dapat memetik hasilnya, atas karma yang dibuat sekarang. Sekarang menanam kebijaksanaan dan kebajikan pada orang lain dan seketika itu atau beberapa waktu kemudian dalam hidupnya akan menerima pahala, berupa kebahagiaan. Sebaliknya sekarang berbuat dosa, maka dalm hidup ini dirasakan dan diterima hasilnya berupa penderitaan akibat dari dosa itu.
Prarabda karma phala dapat diartikan sebagai karma phala cepat.
- Kriyamana karma phala
Adalah pahala dari perbuatan yang tidak dapat dinikmati langsung pada kehidupan saat berbuat. Tetapi, akibat dari perbuatan pada kehidupan sekarang akan dan di terima pada kehidupan yang akan datang, setelah orangnya mengalami proses kematian serta pahalanya pada kelahiran berikutnya. Apabila karma pada kehidupan yang sekarang baik maka pahala pada kehidupan berikutnya adalah hidup bahagia, dan apabila karma pada kehidupan sekarang buruk maka pahala yang kelak diterima berupa kesengsaraan.
Tegasnya cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Kita tidak dapat menghindari hasil perbuatan kita itu baik atau buruk. Maka kita selaku manusia yang dilengkapi dengan bekal kemampuan berpikir, patutlah sadar bahwa penderitaan dapat diatasi dengan memilih perbuatan baik. Manusia dapat berbuat atau menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.
- Samsara ( Percaya dengan adanya kehidupan kembali )
Kelahiran dan hidup ini sesungguhnya adalah sengsara, sebagai hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan atau karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembebasan diri dari samsara, tergantung pada perbuatan baik kita yang lampau ( atita ) yang akan datang ( nagata ) dan sekarang ( wartamana ).
Pembebasan dari samsara berarti mencapai penyempurnaan atma dan mencapai moksa yang dapat dicapai di dunia ini juga. Pengalaman kehidupan samsara ini dialami oleh Dewi Amba dalam cerita Mahabharata yang lahir menjadi Sri Kandi.
Selanjutnya keyakinan adanya Punarbhawa ini akan menimbulkan tindakan sebagai berikut :
- Pitra Yadnya
Yaitu memberikan korban suci terhadap leluhur kita, karena kita percaya leluhur itu masih hidup di dunia ini yang lebih halus.
- Pelaksanaan dana Punya ( amal saleh ), karena perbuatan ini membawa kebahagiaan setelah meninggal.
- Berusaha menghindari semua perbuatan buruk karena jika tidak, akan membawa ke alam neraka atau menglami kehidupan yang lebih buruk lagi.
- Moksa ( Percaya dengan adanya kebahagiaan rokhani )
Alm moksa sesungguhnya bisa juga dicapai semasa masih kita hidup di dunia ini, keadaan bebas di alam kehidupam ini disebut Jiwan Mukti atau moksa semasa masih hidup.
Moksa sering juga diartikan berstunya kembali atma dengan Parama Atma di alam Parama Siwa. Dialam ini tiada kesengsaraan, yang ada hanya kebahagiaan yang sulit dirasakan dalam kehidupan di dunia ini ( Sukha tan pawali Duhka ).
Syarat utama untuk mencapai alam moksa ini ialah berbhakti pada dharma, berbhakti dengan pikiran suci. Kesucian pikiran adalah jalan utama untuk mendapatkan anugrah utama dari Sang Hyang Widhi Wasa. Hal ini dapat dibandingkan dengan besi yang bersih dari karatan, maka dengan mudah dapat ditarik oleh magnet. Tetapi besi itu kotor penuh dengan karatan maka sangat sukar dapat ditarik oleh magnet.
Moksa merupakan tujuan akhir yang harus diraih oleh setiap orang menurut ajaran agama Hindu. Tujuan tersebut dinyatakan dengan kalimat “ Mokharatam Jagadhita ya ca iti Dharma “.
Moksa sebagai tujuan akhir dapat dicapai melalui empat jalan yang disebut Catur Marga yang terdiri dari :
- Bhakti Marga ( jalan Bhakti )
- Karma Marga( jalan Perbuatan )
- Jnana Marga( Jalan Ilmu Pengetahuan )
- Raja Marga ( Jalan Yoga )
0 komentar on Panca Sradha :
Post a Comment and Don't Spam!